Oleh : Ulfa Rhomaisa Basar
A.
KONSEP UMUM
Pendidik atau biasa kita sebut dengan guru memiliki
peran yang cukup sentral dalam proses pendidikan formal. Sehingga tidak
mengherankan jika semua pihak menuntut kesempurnaan dalam diri seorang guru,
untuk mampu menjadi seseorang yang sempurna dibalik ketidaksempurnaannya. Semua
ini bertujuan agar peserta didik yang menjadi tanggung jawabnya mampu
berkembang dengan baik, sesuai amanat yang diberikan oleh para orang tua.
Harapan memang tidak selalu berbuah manis dalam
realitasnya, ada banyak faktor yang menjadi penyebab baik berupa internal
maupun eksternal dalam diri guru. Tuntutan agar menjadi seorang yang
profesional, memang tidak semudah membalikkan telapak tangan. Hal ini hendaknya
mampu dimengerti oleh semua pihak, tidak hanya orang tua dan masyarakat, tetapi
juga pemerintah sebagai pemangku kebijakan.
Keprofesionalan guru menjadi fokus perhatian
tersendiri bagi pemerhati pendidikan khususnya para akademisi, sebagai contoh
bentuk perhatian adalah diadakannya penelitian tentang kompetensi guru madrasah
di beberapa daerah di Indonesia, seperti; di Riau, Sumatera Barat, Bengkulu dan
Medan. Tindakan seperti ini memberikan sumbangsih agar sebuah kebijakan yang
bersangkutan mampu memahami dunia nyatadisekitarnya.
Hal yang tidak kalah penting adalah latar belakang
tentang penelitian tersebut, yaitu anggapan bahwa perkembangan pendidikan di
Indonesia ini sangat lamban dan salah satu penyebabnya adalah ,”Kualitas
manusia khususnya guru, di samping faktor-faktor lainnya (seperti manajemen
pendidikan). Secara obyektif mutu guru di Indonesia masih rendah. Balitbang
Depdiknas pernah membuat laporan, dari seluruh guru SD ternyata hanya sekitar
30% yang layak mengajar di kelas. Guru SMP dan SMA pada dasarnya sama meski
dengan proporsi yang berbeda. Guru MI, MTs dan MA kondisinya lebih parah.
Secara akademis, banyak guru tidak berkualifikasi mengajar”.
Sebagai
penelitian lain menyebutkan
Dirjen
DIKNAS Peningkatan mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan beberapa waktu lalu
hampir separo dari sekitar 2,6 juta guru di Indonesia tidak layak mengajar di
sekolah. Sementara input guru di Indonesia sangat lemah. Data Balitbang
menunjuk peserta tes calon guru PNS setelah dilakukan tes bidang studi ternyata
rata-rata skor tes seleksinya sangat rendah. Dari 6.164 calon guru Biologi
ketika dites biologi rata-rata skornya hanya 44.96; dari 396 calon guru Kimia
dites Kimia rata-rata skor yang dicapai 43,55. Dari 7.558 calon guru bahasa
Inggris rata-rata hasil tes dicapai hanya
37,57.
Dari hasil penelitian tersebut, maka tidak
mengherankan alasan pemerinatah menggembar-gemborkan tentang kompetensi yang
harus dimiliki oleh seorang guru. Dalam beberapa pengertian seperti yang
dijelaskan E.mulyasa, “kompetensi dapat dipahami sebagai seperangkat
pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan
dikuasai oleh guru dalam melaksanakan tugas keprofesionalannya.” Uraian
tersebut nampak bahwa kompetensi mengacu pada kemampuan melaksanakan sesuatu
yang diperoleh melalui pendidikan; kompetensi guru menunjuk kepada performance
dan perbuatan yang rasional untuk memenuhi spesifikasi tertentu didalam
pelaksanaan tugas-tugas pendidikan. Dikatakan rasioanal karena mempunyai arah
dan tujuan, sedangkan performance merupakan perilaku nyata dalam arti tidak
hanya dapat diamati, tetapi mencakup sesuatu yang tidak kasat mata.
Bahkan menurut Uzer Usman, kompetensi merupakan
gambaran hakikat kualitatif dari perilaku guru yang tampak sangat berarti.
Sedangkan kompetensi guru adalah kemampuan seorang guru dalam melaksanakan kewajiban-kewajiban
secara bertanggung jawab dan layak. Dari pengertian tentang kompetensi guru
tersebut, dapat disimpulkan bahwa kompetensi merupakan kemampuan dan kewenangan
guru dalam melaksanakan profesi keguruannya. Dan jika dipahami lebih dalam, dapat
kita simpulkan bahwa kompetensi berkaitan erat dengan sikap profesional seorang
guru.
Turunnya kebijakan pemerintah tentang kompetensi guru
menggambarkan peran guru yang begitu vital dalam pelaksanaan kurikulum, bahkan
guru bisa disebut sebagai kurikulum berjalan. Karena ditangan guru yang
profesionallah kurikulum akan memiliki nilai baik ataupun buruk. Selain itu
guru juga harus mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman dan cepat tanggap dengan kebutuhan para
siswanya dengan perubahan tersebut.
Oleh karena itu, keprofesionalan guru bisa dinilai
minimal dari performancenya. Hal ini untuk melihat apakah guru tersebut sudah
memiliki kesadaran untuk berrtindak sebagaimana yang diharapkan oleh pemerintah
ataupun masyarakat, bahkan untuk dirinya sendiri. Berusaha merubah diri kepada
pribadi yang lebih baik lagi juga termasuk hal yang dianjurkan dalam agama kita
(Islam).
Pendidikan merupakan bidang yang sangat penting bagi
kehidupan manusia, pendidikan dapat mendorong peningkatan kualitas manusia dalam
bentuk meningkatnya kompetensi kognitif, afektif, maupun psikomotor. Masalah
yang dihadapi dalam upaya memperbaiki dan meningkatkan kualitas kehidupan
sangat kompleks, banyak faktor yang harus dipertimbangkan karena pengaruhnya
pada kehidupan manusia tidak dapat diabaikan, yang jelas disadari bahwa
pendidikan merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan kualitas
Sumberdaya manusia suatu bangsa.
Bagi suatu bangsa pendidikan merupakan hal yang sangat
penting, dengan pendidikan manusia menjadi lebih mampu beradaptasi dengan
lingkungan, dengan pendidikan manusia juga akan mampu mengantisipasi berbagai
kemungkinan yang akan terjadi. Oleh karena itu membangun pendidikan menjadi
suatu keharusan, baik dilihat dari perspektif internal (kehidupan intern bangsa)
maupun dalam perspektif eksternal (kaitannya dengan kehidupan bangsa-bangsa
lain). Pendidikan merupakan pengkondisian situasi pembelajaran bagi peserta
didik guna memungkinkan mereka mempunyai kompetensi-kompetensi yang dapat
bermanfaat bagi kehidupan dirinya sendiri maupun masyarakat.
Salah satu faktor yang amat menentukan dalam upaya
meningkatkan kualitas SDM melalui Pendidikan adalah tenaga Pendidik
(Guru/Dosen), melalui mereka pendidikan diimplementasikan dalam tataran mikro,
ini berarti bahwa bagaimana kualitas pendidikan dan hasil pembelajaran akan
terletak pada bagaimana pendidik melaksanakan tugasnya secara profesional serta
dilandasi oleh nilai-nilai dasar kehidupan yang tidak sekedar nilai materil
namun juga nilai-nilai transenden ysng dapat mengilhami pada proses pendidikan
ke arah suatu kondisi ideal dan bermakna bagi kebahagiaan hidup peserta didik,
pendidik serta masyarakat secara keseluruhan.
Dengan demikian, nampak bahwa Pendidik diharapkan
mempunyai pengaruh yang signifikan pada pembentukan sumberdaya manusia (human
capital) dalam aspek kognitif, afektif maupun keterampilan, baik dalam aspek
fisik, mental maupun spiritual. Hal ini jelas menuntut kualitas penyelenggaraan
pendidikan yang baik serta pendidik yang profesional, agar kualitas hasil
pendidikan dapat benar-benar berperan optimal dalam kehidupan masyarakat. Untuk
itu pendidik dituntut untuk selalu memperbaiki, mengembangkan diri dalam
membangun dunia pendidikan.
Dengan mengingat berat dan kompleksnya membangun
pendidikan, adalah sangat penting untuk melakukan upaya-upaya guna mendorong
dan memberdayakan tenaga pendidik untuk makin profesional serta mendorong
masyarakat berpartisipasi aktif dalam memberikan ruang bagi pendidik untuk
mengaktualisasikan dirinya dalam rangka membangun pendidikan, hal ini tidak
lain dimaksudkan untuk menjadikan upaya membangun pendidikan kokoh, serta mampu
untuk terus mensrus melakukan perbaikan kearah yang lebih berkualitas.
- DASAR KEBIJAKAN
Tidak sah rasanya, jika pemaparan tentang sumber daya
guru tersebut tanpa diimbangi dengan penjelasan kebijakan pemerintah yang
berkaitan dengan kompetensi. Oleh karena itu pada tahap ini akan dijabarkan
beberapa kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan kompetensi guru. Kebijakan
pertama yang akan dikupas adalah Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 45) pasal 28 dan 31 yang berbunyi;
1.
Setiap orang berhak mengembangkan
diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan
memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi
meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.
2.
Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.
Dalam pemaparan tentang UUD 45 di atas, menyuratkan
makna bahwa .tidak ada diskriminasi dalam mendapatkan pendidikan. Pendidikan
diberikan kepada seluruh lapisan masyarakat Indonesia, tanpa terkecuali. Dan
dalam pengembangan UUD 45 tersebut, maka akan muncul tentang UU lainnya sebagai
bentuk kebijakan berikutnya.
Selanjutnya, dalam dunia pendidikan tidak akan terlepas
dari faktor pendidik sebagai pelaksana kebijakan pemerintah yang berupa
kurikulum. Oleh karena itu siapakah sosok pendidik yang ikut berperan serta
dalam pendidikan akan ditemukan dalam Undang-Undang No.20/2003 pasal 39 tentang Sistem pendidikan Nasional
(Sisdiknas);
1.
Pendidik merupakan tenaga
profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran,
menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta
melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik
pada perguruan tinggi.
Dengan adanya informasi dari UU No.20/2003 tentang
Sisdiknas, maka standar tentang pendidik telah ditetapkan, yaitu seorang tenaga
profesional yang melakukan perencanaan pembelajaran, hingga mengevaluasi
pencapaian perencanaan tersebut.
Oleh karena itu untuk mempertajam pengetahuan kita
tentang standar pendidik dalam kaca mata kebijakan nasional, maka kita perlu
mengkaji Undang-undang No.19/2005 Pasal 28 tentang Standar Nasional Pendidikan
sebagai berikut;
1.
Pendidik harus memiliki
kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani
dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan
nasional.
2.
Kualifikasi akademik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) adalah tingkat minimal yang harus dipenuhi oleh seorang
pendidik yang dibuktikan dengan ijazah dan/atau sertifikat keahlian yang
relevan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
3.
Kompetensi sebagai agen
pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan anak
usia dini meliputi;
a.
Kompetensi pedagogik
b.
Kompetensi kepribadian
c.
Kompetensi professional, dan
d.
Kompetensi sosial
4.
Seseorang yang tidak memiliki
ijazah dan/atau sertifikat keahlian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tetapi
memiliki keahlian khusus yang diakui dan diperlukan dapat diangkat menjadi
pendidik setelah melewati uji kelayakan dan kesataraan.
5.
Kualifikasi akademik dan
kompetensi sebagai agemn pembelajaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai
dengan (4) dikembangkan oleh BSNP dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
Kebijakan pemerintah terus berlanjut. Setelah pemaparan
UU yang berkaitan dengan standar pendidik sebagai harapan mencetak guru
profesional, maka untuk langkah awal dalam mengembangkan sikap profesional yang
dimiliki guru, muncullah kebijakan lain sebagai bentuk pengembangannya, yaitu
Undang-Undang No.14/2005 pasal 1, 8 dan 10, tentang Guru dan dosen;
1.
Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan
dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen
dalam melaksanakan tugas keprofesionalan.
2.
Guru wajib memiliki kualifikasi
akademik, kompetensi, sertifikat pendidikan, sehat jasmanai dan rohani, serta
memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan Nasional.
3.
Kompetensi guru sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian,
kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan
profesi.
UU tersebut semakin mempertajam ciri dari sikap
profesional yang harus dimiliki guru, yaitu dengan memiliki kompetensi yang
terdiri dari empat kompetensi, dimulai dari kompetensi pedagogik, kepribadian,
sosial dan profesional. Keempat kompetensi yang dilahirkan dari kebijakan
pemerintah akan memudahkan kita mengetahui siapakah diantara sekian banyak guru
yang memiliki sikap profesional dan tidak. Jika seorang guru telah mampu
memiliki empat kompetensi tersebut, maka predikat profesional juga layak untud
didapatkannya.
Kebijakan pemerintah sebagai tindak lanjut dari
kompetensi guru tidak berhenti sampai di situ,. Dalam Peraturan Pemerintah (PP)
No.74/2008 Pasal 2 dan 3 tentang guru dijelaskan panjang lebar tentang keempat
kompetensi guru tersebut. Dalam PP ini akan semakin menambah wawasan kita untuk
mengetahui perbedaan antar keempat
kompetensi yang telah dicanangkan.
Adapun jabarannya sebagai berikut;
1.
Guru wajib memiliki Kualifikasi
Akademik, kompetensi, Sertifikat Pendidik,
sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan
pendidikan nasional.
2.
Kompetensi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 merupakan seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan
perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dikuasai, dan diaktualisasikan
oleh Guru dalam melaksanakan tugas keprofesionalan.
3.
Kompetensi Guru sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian,
kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui
pendidikan profesi.
4.
Kompetensi Guru sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) bersifat holistik.
5.
Kompetensi pedagogik sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) merupakan kemampuan Guru dalam pengelolaan
pembelajaran peserta didik yang sekurang-kurangnya meliputi: pemahaman
wawasan atau landasan kependidikan; pemahaman terhadap peserta didik;
pengembangan kurikulum atau silabus; perancangan pembelajaran; pelaksanaan
pembelajaran yang mendidik dan dialogis; pemanfaatan teknologi
pembelajaran; evaluasi hasil belajar; dan pengembangan peserta didik
untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.
6.
Kompetensi kepribadian sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya mencakup kepribadian yang:
beriman dan bertakwa; berakhlak mulia; arif dan bijaksana; demokratis; mantap; berwibawa; stabil;
dewasa jujur; sportif;menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat;
secara obyektif mengevaluasi kinerja sendiri; dan mengembangkan diri
secara mandiri danberkelanjutan.
7.
Kompetensi sosial sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) merupakan kemampuan Guru sebagai bagian dari Masyarakat
yang sekurang-kurangnya meliputi kompetensi untuk: berkomunikasi lisan, tulis,
dan/atau isyarat secara santun; menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara
fungsional; bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesame pendidik,
tenaga kependidikan, pimpinan satuan pendidikan, orang tua atau wali peserta
didik; bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar dengan mengindahkan
norma serta sistem nilai yang berlaku; dan menerapkan prinsip persaudaraan
sejati dan semangat kebersamaann
8.
Kompetensi profesional sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) merupakan kemampuan Guru dalam menguasai pengetahuan
bidang ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni dan budaya yang diampunya yang
sekurang-kurangnya meliputi penguasaan: materi pelajaran secara luas dan
mendalam sesuai dengan standar isi program satuan pendidikan, mata pelajaran,
dan/atau kelompok mata pelajaran yang akan diampu; dan konsep dan metode
disiplin keilmuan, teknologi, atau seni yang relevan, yang secara konseptual menaungi
atau koheren dengan program satuan pendidikan, mata pelajaran, dan/atau
kelompok
mata pelajaran yang akan
diampu.
9.
Kompetensi Guru sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) sampai dengan ayat (7) dirumuskan ke dalam: standar
kompetensi Guru pada satuan pendidikan di TK atau RA, dan pendidikan formal bentuk
lain yang sederajat; standar kompetensi Guru kelas pada SD atau MI,dan
pendidikan formal bentuk lain yang sederajat; standar kompetensi Guru mata
pelajaran atau rumpun mata pelajaran pada SMP atau MTs, SMA atau MA, SMK atau
MAK dan pendidikan formal bentuk lain yang sederajat; dan standar kompetensi
Guru pada satuan pendidikan TKLB, SDLB, SMPLB, SMALB dan pendidikan formal
bentuk lain yang sederajat
Perincian
dan karakteristik yang dimiliki masing-masing kompetensi menyiratkan peran dan
tanggung jawab guru sebagai tenaga profesional memang tidaklah mudah. Banyak tuntutan yang harus dipenuhi dan dijalankan
sebagai konsekuensi dari pilihannya.
Meskipun demikian, kebijakan yang telah ada bermaksud untuk menciptakan
dan mencetak tenaga pendidik yang profesional sehingga mampu mengemban
amanatnya dengan baik.
Untuk
lebih memperjelas kompetensi guru yang sebagian telah dibahas di atas, maka
pengkajian tentang Peraturan Menteri pendidikan Nasional (Permendiknas)
No.06/2007 tentang Kualifikasi Akademik
dan Kompetensi Guru, juga sangat penting. Dalam Permendiknas ini akan lebih
diperinci lagi tentang Standar Kompetensi guru PAUD/TK/RA, guru kelas SD/MI,
dan guru mata pelajaran pada SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, dan SMK/MAK.
Begitu
jelinya sasaran kebijakan pemerintah mengenai kompetensi guru terhadap
masing-masing jenjang pendidikan, menggambarkan keinginan yang kuat untuk
mengadakan pembaharuan dibidang tenaga kependidikan.
Adapun
Kompetensi inti guru dalam Permendiknas No.06/2007 tentang perubahan perubahan
menteri pendidikan nasional adalah sebagai berikut ;
1. Kompetensi Pedagogik
a. Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral,
sosial, kultural, emosional, dan intelektual.
b. Menguasai
teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik.
c. Mengembangkan
kurikulum yang terkait dengan bidang pengembangan yang diampu.
d. Menyelenggarakan
kegiatan pengembangan yang mendidik
e. Memanfaatkan
teknologi informasi dan komunikasi untuk kepentingan penyelenggaraan kegiatan
pengembangan yang mendidik.
f. Memfasilitasi
pengembangan potensi peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi
yang dimiliki.
g. Berkomunikasi
secara efektif, empatik, dan santun dengan peserta didik.
h. Menyelenggarakan
penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar
i.
Memanfaatkan hasil penilaian dan evaluasi untuk
kepentingan pembelajaran.
j.
Melakukan tindakan reflektif untuk peningkatan
kualitas pembelajaran.
2. Kompetensi Kepribadian
a.
Bertindak sesuai dengan norma
agama, hukum, sosial, dan kebudayaan nasional Indonesia.
b. Menampilkan
diri sebagai pribadi yang jujur, berakhlak mulia, dan teladan bagi peserta
didik dan masyarakat.
c. Menampilkan
diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa.
d. Menunjukkan
etos kerja, tanggungjawab yang tinggi, rasa bangga menjadi guru, dan rasa
percaya diri.
e. Menjunjung
tinggi kode etik profesi guru.
3. Kompetensi Profesional
a.
Menguasai materi, struktur,
konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu.
b. Menguasai
standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran/bidang pengembangan yang
diampu.
c. Mengembangkan
materi pembelajaran yang diampu secara kreatif.
d. Mengembangkan
keprofesionalan secara berkelanjutan dengan melakukan tindakan reflektif.
e. Memanfaatkan
teknologi informasi dan komunikasi untuk berkomunikasi dan mengembangkan diri.
4. Kompetensi Sosial
a. Bersikap inklusif, bertindak objektif, serta tidak diskriminatif
karena pertimbangan jenis kelamin, agama, ras, kondisi fisik, latar belakang
keluarga, dan status sosial ekonomi.
b. Berkomunikasi
secara efektif, empatik, dan santun dengan sesama pendidik, tenaga
kependidikan, orang tua, dan masyarakat.
c. Beradaptasi
di tempat bertugas di seluruh wilayah Republik Indonesia yang memiliki
keragaman sosial budaya.
d. Berkomunikasi
dengan komunitas profesi sendiri dan profesi lain secara lisan dan tulisan atau
bentuk lain.
Pada
dasarnya kompetensi inti guru tidak berbeda antara jenjang pendidikan yang satu
dengan lainnya. Yang membedakan adalah pengembangannya ketika sudah diterapkan
pada masing-masing jenjang. Disesuaikan dengan karakteristik siswa/peserta
didik yang tidak mungkin jika peserta didik PAUD/TK/RA sama dengan SD/MI atau
bahkan SMP/MTs, SMA/MA, dan SMK/MAK.
- PROBLEM
Sebuah kebijakan yang telah diputuskan memang tidak
terlepas dari problematika. Hal ini memang mebuktikan bahwa harapan tidak
selalu berbuah manis dalam realitasnya, termasuk pada kebijakan tentang
kompetensi guru.
Sebagaimana yang telah penulis paparkan pada bagian
konsep umum, bahwa masih banyak guru yang kurang kompoten dalam bidangnya
sendiri. Sebagai pemisalan meskipun seorang guru secara administrasi telah
lulus kualifikasi dengan memiliki ijazah dalam jurusan yang ia tempuh selama
mengemban pendidikan di Perguruan tinggi, akan tetapi secara kompetensi ia
masih jauh dari standar kompetensi sebagai seorang guru.
Dan hal yang lebih menggelikan lagi, bahwa dengan
ijazah dibidang keguruan yang ada ditangannya tidak mampu melakukan apa-apa
ketika ia tidak bisa mengajar apalagi tidak memahami tentang administrasi apa
saja yang harus dilengkapi dan dikuasai ketika menjadi guru. Bahkan juga tidak
jarang seseorang berani memutuskan untuk menjadi guru tanpa memiliki ilmunya. Hal ini akan
menimbulkan sebuah kesenjangan jika kita meruntut kembali Undang-Undang yang
berkaitan dengan kompetensi guru, terlebih pada
“Permendiknas No.06/2007” tentang perubahan menteri pendidikan nasional,
yang telah memberikan standar kompetensi guru pada masing-masing jenjang
pendidikan.
Permasalahan guru kurang berkompetensi dalam bidangnya
memang bukan hal yang asing untuk kita simak, akan tetapi jika permasalahan ini
dianggap semakin biasa, maka pemecahannyapun juga biasa-biasa saja, padahal
konsekuensi dari hal ini adalah luar biasa karena akan berdampak pada peserta
didik yang dididiknya.
Masalah yang paling krusial adalah tentang informasi
dari data yang telah penulis sampaikan pada bab Konsep Umum, “Data Balitbang
menunjuk peserta tes calon guru PNS setelah dilakukan tes bidang studi ternyata
rata-rata skor tes seleksinya sangat rendah. Dari 6.164 calon guru Biologi
ketika dites biologi rata-rata skornya hanya 44.96; dari 396 calon guru Kimia
dites Kimia rata-rata skor yang dicapai 43,55. Dari 7.558 calon guru bahasa
Inggris rata-rata hasil tes dicapai hanya 37,57”. Data ini
memberikan gambaran begitu menyedihkannya kompetensi guru kita, khususnya dalam
kompetensi profesioanl.
Suatu dampak yang perlu kita pikirkan bersama adalah,
“Bagaimana ketika para peserta didik diajar oleh guru yang tidak berkompeten
dalam bidangnya, mungkinkah virus itu juga akan menular kepada peserta didik
dan menjadikan peserta didik yang kurang
berkualitas, atau bahkan tidak berkompeten pula?”. Sangat ironis jika
dibandingkan dengan tujuan sebuah pendidikan, yaitu mencetak peserta didik
sesuai dengan bakat dan minat juga mengembangkan potensinya, sehingga menjadi
pribadi yang mandiri.
D.
ANALISIS / SOLUSI
ANALISIS SWOT
LINGKUNGAN
INTERNAL
LINGKUNGAN EKSTERNAL
|
STRENGTH (KEKUATAN)
1.
Percaya diri
2.
Finansial
3.
Penguasaan Ilmu di berbagai
bidang
4.
Penguasaan IT
5.
Kemampuan komunikasi
|
WEAKNESS (KELEMAHAN)
1.
Tidak punya relasi
2.
Kurang semangat
3.
Belum memiliki kedewasaan
emosional
4.
Kurang kreatif
5.
Takut menghadapi resiko
|
OPPORTUNITY (PELUANG)
1.
Otonomi daerah
2.
Otonomi pendidikan
3.
IPTEK
4.
Pasar Bebas
5.
Demokrasi
|
STRATEGI S-O
1.
Mendirikan sekolah alam (S2,
O1)
2.
Mendirikan bimbel (S3,O2)
3.
Mendirikan kursus computer . (S4,O3)
4.
Menjadi trainer /Presenter . (S1,O4)
5.
Menjadi caleg . (S5,O5)
|
STRATEGI W-O
1.
Anggota parpol. (W1,O5)
2.
Anggota LSM . (W3,O3)
3.
Panitia Semiar, diklat,
pelatihan. (W4,O1)
4.
Tim KKG. MGMP. (W4,O2)
5.
Tentor di LBB. (W2,O4)
|
THREAT
( ANCAMAN)
1.
Sulitnya lapangan kerja.
2.
Bertambahnya lulusan sarjana.
3.
Masuknya tenaga pendidik asing.
4.
Percepatan akses IT antar
bangsa.
5.
Suku bunga bank meningkat
|
STRATEGI S-T
1.
Melanjutkan studi. (S2,T2)
2.
Memaksimalkan potensi dan
kinerja di sekolah. Ek. Menjadi Waka. (S2,T3)
3.
Mengolah financial dengan
membuka usaha baru. (S2,T5)
4.
Menjadi penulis.(S3,T1)
5.
Menjadi pengamat pendidikan.
(S5,T1)
|
STRATEGI W-T
1.
Memperbaiki diri dengan
mengikuti diklat, seminar pendidikan.(W2,T1)
2.
Memperbaiki diri dengan
mengikuti pengajian.(W5,T3)
3.
Mengikuti pelatihan dan kursus
IT.(W4,T4)
4.
Tetap menjadi guru yang
baik.(W5,T3)
5.
Menginvestasikan financial di
barang yang tidak bergerak. Ex.Membeli tanah (W5,T5)
|
DAFTAR BACAAN
UUD 1945
UU No. 20 Tahun
2003 Tentang Sisdiknas
UU No. 14 Tahun
2005 Tentang Guru dan Dosen
PP No. 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan
PP No. 74 Tahun
2008 Tentang Guru
Permendiknas No.16 Tahun
2007