Belajar merupakan salah satu bentuk
pendidikan dan manusia selalu berusaha tentang bagaimana belajar yang baik dan
benar karena tanpa pendidikan manusia tidak dapat berkembang sebagaimana
layaknya. Oleh sebab itu Immanuelt Kant seorang filsuf Jerman mengatakan bahwa
: manusia hanya dapat menjadi manusia karena dan oleh pendidikan.
Manusia belajar karena mempunyai bakat untuk belajar yang dipacu oleh sikap ingin tahu dan di dukung oleh kemampuan untuk mengetahui. Manusia dilegkapi dengan akal sehat serta hasrat ingin tahu, sehingga ia selalu bertanya atau mempertanyakan sesuatu mulai dari hal-hal yang sederhana sampai hal-hal yang rumit.
Kemampuan manusia untuk belajar itulah yang menjadi ciri yang sangat penting yang membedakan manusia dengan makhluk lain karena bagi manusia belajar itu adalah memainkan peranan penting dalam pewarisan kebudayaan berupa kumpulan pengetahuan, nilai, sikap dan keterampilan kepada generasi selanjutnya.
Namun jika kita lihat segi konteks (faktanya) proses maupun tujuan belajar itu kurang mampu diaplikasikan dengan optimal seperti yang seharusnya, disebabkan karena kurangnya perhatian terhadap cara dan metode belajar sehingga tujuan belajar yang di harapkan tidak dapat tercapai dengan baik dan maksimal.
Disisi lain minat dan hasrat manusia untuk belajar kurang mampu disalurkan serta sulit diaplikasikan itu karena disebabkan belum adanya upaya untuk mengupayakan bagaimana cara belajar yang efektif dan efisien sehingga teori tentang belajar itu masih sulit disejajarkan dengan belajar dalam praksis.
Manusia belajar karena mempunyai bakat untuk belajar yang dipacu oleh sikap ingin tahu dan di dukung oleh kemampuan untuk mengetahui. Manusia dilegkapi dengan akal sehat serta hasrat ingin tahu, sehingga ia selalu bertanya atau mempertanyakan sesuatu mulai dari hal-hal yang sederhana sampai hal-hal yang rumit.
Kemampuan manusia untuk belajar itulah yang menjadi ciri yang sangat penting yang membedakan manusia dengan makhluk lain karena bagi manusia belajar itu adalah memainkan peranan penting dalam pewarisan kebudayaan berupa kumpulan pengetahuan, nilai, sikap dan keterampilan kepada generasi selanjutnya.
Namun jika kita lihat segi konteks (faktanya) proses maupun tujuan belajar itu kurang mampu diaplikasikan dengan optimal seperti yang seharusnya, disebabkan karena kurangnya perhatian terhadap cara dan metode belajar sehingga tujuan belajar yang di harapkan tidak dapat tercapai dengan baik dan maksimal.
Disisi lain minat dan hasrat manusia untuk belajar kurang mampu disalurkan serta sulit diaplikasikan itu karena disebabkan belum adanya upaya untuk mengupayakan bagaimana cara belajar yang efektif dan efisien sehingga teori tentang belajar itu masih sulit disejajarkan dengan belajar dalam praksis.
1. Pembelajaran Reading
Carrel dkk (1988: 12) menyatakan bahwa reading adalah kemampuan bahasa yabg reseptif. Maksudnya adalah proses psikolinguistik dimana hal ini dimulai dengan perwujudan unsur kebahasaan yang disandikan oleh penulis dan diakhiri dengan makna yang dibentuk oleh pembaca. Reading (membaca) yang efektif adalah kemampuan seseorang untuk membentuk makna dari teks yang sesuai dengan maksud penulis. Seseorang dikatakan mempunyai kemampuan membaca secara efisien jika dia mampu menggunakan waktu yang tersedia dengan efektif untuk membaca dan memahami makna yang terkandung pada bacaan.
2. Pembelajaran Writing
Menurut Borowich (1996: 13), untuk melakukan kegiatan writing (menulis) yang efektif diperlukan banyak waktu, atau bahkan bisa dikatakan pemborosan waktu. Seorang penulis membutuhkan waktu yang longgar untuk mengekspresikan gagasan, menyusunnya, dan menulis ulang sehingga menghasilkan tulisan yang baik. Harmer (1983: 48) menuliskan bahwa dalam mengajarkan writing, guru harus mempertimbangkan beberapa hal, misalnya penyusunan kalimat menjadi paragraf, bagaimana paragraf digabungkan, dan pengelompokan gagasan sehingga menjadi tulisan yang koheren. Dengan mengacu pada teori-teori di atas, seorang penulis akan menghabiskan banyak waktu untuk menghasilkan tulisan yang baik. Penulis melakukan berbagai langkah, mengungkapkan gagasan, menyusun dan menulis ulang gagasan tersebut. Efisiensi dapat diperoleh apabila penulis mempunyai konsep yang jelas sebelum memulai kegiatannya. Menulis secara efektif dan efisien akan menghasilkan tulisan yang baik yaitu tulisan yang koheren.
Carrel dkk (1988: 12) menyatakan bahwa reading adalah kemampuan bahasa yabg reseptif. Maksudnya adalah proses psikolinguistik dimana hal ini dimulai dengan perwujudan unsur kebahasaan yang disandikan oleh penulis dan diakhiri dengan makna yang dibentuk oleh pembaca. Reading (membaca) yang efektif adalah kemampuan seseorang untuk membentuk makna dari teks yang sesuai dengan maksud penulis. Seseorang dikatakan mempunyai kemampuan membaca secara efisien jika dia mampu menggunakan waktu yang tersedia dengan efektif untuk membaca dan memahami makna yang terkandung pada bacaan.
2. Pembelajaran Writing
Menurut Borowich (1996: 13), untuk melakukan kegiatan writing (menulis) yang efektif diperlukan banyak waktu, atau bahkan bisa dikatakan pemborosan waktu. Seorang penulis membutuhkan waktu yang longgar untuk mengekspresikan gagasan, menyusunnya, dan menulis ulang sehingga menghasilkan tulisan yang baik. Harmer (1983: 48) menuliskan bahwa dalam mengajarkan writing, guru harus mempertimbangkan beberapa hal, misalnya penyusunan kalimat menjadi paragraf, bagaimana paragraf digabungkan, dan pengelompokan gagasan sehingga menjadi tulisan yang koheren. Dengan mengacu pada teori-teori di atas, seorang penulis akan menghabiskan banyak waktu untuk menghasilkan tulisan yang baik. Penulis melakukan berbagai langkah, mengungkapkan gagasan, menyusun dan menulis ulang gagasan tersebut. Efisiensi dapat diperoleh apabila penulis mempunyai konsep yang jelas sebelum memulai kegiatannya. Menulis secara efektif dan efisien akan menghasilkan tulisan yang baik yaitu tulisan yang koheren.
3. Pembelajaran Listening
Harmer (1983) menyatakan bahwa listening (mendengarkan) sebagai suatu keterampilan berbeda dengan writing. Dalam listening, pendengar tidak dapat melihat apa yang dia dengarkan, tetapi hanya bisa mendengarkannya. Harmer juga menjelaskan tentang kriteria materi untuk listening. Menurutnya, dengan melihat kesulitan yang ada dalam materi listening, kita akan mempunyai gambaran untuk menanganinya. Pertama, kita harus memahami materi seperti apa yang ingin didengarkan oleh siswa. Kedua, jika memungkinkan, guru memberikan bantuan kepada siswa untuk memahami teks. Yang terakhir dan mungkin yang paling penting, kita harus yakin pada kualitas tape recorder yang kita gunakan untuk kegiatan listening.
Harmer (1983) menyatakan bahwa listening (mendengarkan) sebagai suatu keterampilan berbeda dengan writing. Dalam listening, pendengar tidak dapat melihat apa yang dia dengarkan, tetapi hanya bisa mendengarkannya. Harmer juga menjelaskan tentang kriteria materi untuk listening. Menurutnya, dengan melihat kesulitan yang ada dalam materi listening, kita akan mempunyai gambaran untuk menanganinya. Pertama, kita harus memahami materi seperti apa yang ingin didengarkan oleh siswa. Kedua, jika memungkinkan, guru memberikan bantuan kepada siswa untuk memahami teks. Yang terakhir dan mungkin yang paling penting, kita harus yakin pada kualitas tape recorder yang kita gunakan untuk kegiatan listening.
4. Pembelajaran Speaking
Menurut Finnochiaro dan Bonomo (1973: 110), untuk menumbuhkan minat dan mendorong komunikasi, percakapan sederhana harus diikutsertakan pada awal pembelajaran, lagu harus diajarkan, cerita harus diperkenalkan sehingga siswa dapat meresponnya. Tetapi, pada waktu yang bersamaan juga harus diajarkan tentang unsur-unsur bahasa yang lainnya, seperti grammar dan pronunciation. Sedangkan Robinett (1978) menjelaskan bahwa aktifitas lisan akan lebih bisa dikendalikan, atau dengan kata lain lebih bebas. Dia juga menyatakan bahwa harus diperhatikan juga masalah yang berkaitan dengan pengucapan (pronunciation) pada waktu mengajarkan speaking.
Kesimpulannya, pembelajaran speaking (berbicara) tidak dapat dipisahkan dari kehidupan sehari-hari terutama berkaitan dengan komunikasi yang dilakukan setiap hari. Untuk mencapai pembelajaran speaking yang efektif, proses pembelajaran harus berhubungan dengan percakapan yang autentik. Selain itu guru juga harus bisa mendorong siswa untuk mengekspresikan gagasannya dalam kelas. Dalam pembelajaran speaking, grammar (termasuk kosakata dan structure) sebaiknya diajarkan selangkah demi selangkah sehingga siswa dapat mengikuti dengan baik dan akan tercapai hasil sesuai yang diharapkan.
Menurut Finnochiaro dan Bonomo (1973: 110), untuk menumbuhkan minat dan mendorong komunikasi, percakapan sederhana harus diikutsertakan pada awal pembelajaran, lagu harus diajarkan, cerita harus diperkenalkan sehingga siswa dapat meresponnya. Tetapi, pada waktu yang bersamaan juga harus diajarkan tentang unsur-unsur bahasa yang lainnya, seperti grammar dan pronunciation. Sedangkan Robinett (1978) menjelaskan bahwa aktifitas lisan akan lebih bisa dikendalikan, atau dengan kata lain lebih bebas. Dia juga menyatakan bahwa harus diperhatikan juga masalah yang berkaitan dengan pengucapan (pronunciation) pada waktu mengajarkan speaking.
Kesimpulannya, pembelajaran speaking (berbicara) tidak dapat dipisahkan dari kehidupan sehari-hari terutama berkaitan dengan komunikasi yang dilakukan setiap hari. Untuk mencapai pembelajaran speaking yang efektif, proses pembelajaran harus berhubungan dengan percakapan yang autentik. Selain itu guru juga harus bisa mendorong siswa untuk mengekspresikan gagasannya dalam kelas. Dalam pembelajaran speaking, grammar (termasuk kosakata dan structure) sebaiknya diajarkan selangkah demi selangkah sehingga siswa dapat mengikuti dengan baik dan akan tercapai hasil sesuai yang diharapkan.
- Tips Belajar Efektif dan Efisien
Adapun tips belajar efektif dan
efisien antara lain :
1. Bertanggung jawab atas dirimu sendiri.
Tanggung jawab merupakan tolok ukur sederhana di mana kamu sudah mulai berusaha menentukan sendiri prioritas, waktu dan sumber-sumber terpercaya dalam mencapai kesuksesan belajar.
1. Bertanggung jawab atas dirimu sendiri.
Tanggung jawab merupakan tolok ukur sederhana di mana kamu sudah mulai berusaha menentukan sendiri prioritas, waktu dan sumber-sumber terpercaya dalam mencapai kesuksesan belajar.
2. Pusatkan dirimu terhadap nilai
dan prinsip yang kamu percaya
Mentukan sendiri mana yang penting bagi dirimu. Jangan biarkan teman atau orang lain mendikte kamu apa yang penting.
Mentukan sendiri mana yang penting bagi dirimu. Jangan biarkan teman atau orang lain mendikte kamu apa yang penting.
3. Kerjakan dulu mana yang penting.
Kerjakanlah dulu prioritas-prioritas yang telah kamu tentukan sendiri. Jangan biarkan orang lain atau hal lain memecahkan perhatianmu dari tujuanmu.
Kerjakanlah dulu prioritas-prioritas yang telah kamu tentukan sendiri. Jangan biarkan orang lain atau hal lain memecahkan perhatianmu dari tujuanmu.
4. Anggap dirimu berada dalam
situasi “co-opetition” (bukan situasi “win-win” lagi).
“Co-opetition” merupakan gabungan dari kata “cooperation” (kerja sama) dan “competition” (persaingan). Jadi, selain sebagai teman yang membantu dalam belajar bersama dan banyak memberikan masukkan/ide baru dalam mengerjakan tugas, anggaplah dia sebagai sainganmu juga dalam kelas. Dengan begini, kamu akan selalu terpacu untuk melakukan yang terbaik (do your best) di dalam kelas.
“Co-opetition” merupakan gabungan dari kata “cooperation” (kerja sama) dan “competition” (persaingan). Jadi, selain sebagai teman yang membantu dalam belajar bersama dan banyak memberikan masukkan/ide baru dalam mengerjakan tugas, anggaplah dia sebagai sainganmu juga dalam kelas. Dengan begini, kamu akan selalu terpacu untuk melakukan yang terbaik (do your best) di dalam kelas.
5. Pahami orang lain, maka mereka
akan memahamimu.
Ketika kamu ingin membicarakan suatu masalah akademis dengan guru/dosenmu, misalnya mempertanyakan nilai matematika atau meminta dispensasi tambahan waktu untuk mengumpulkan tugas, tempatkan dirimu sebagai guru/dosen tersebut. Nah, sekarang coba tanyakan pada dirimu, kira-kira argumen apa yang paling pas untuk diberikan ketika berada dalam posisi guru/dosen tersebut.
Ketika kamu ingin membicarakan suatu masalah akademis dengan guru/dosenmu, misalnya mempertanyakan nilai matematika atau meminta dispensasi tambahan waktu untuk mengumpulkan tugas, tempatkan dirimu sebagai guru/dosen tersebut. Nah, sekarang coba tanyakan pada dirimu, kira-kira argumen apa yang paling pas untuk diberikan ketika berada dalam posisi guru/dosen tersebut.
6. Cari solusi yang lebih baik.
Bila kamu tidak mengerti bahan yang diajarkan pada hari ini, jangan hanya membaca ulang bahan tersebut. Coba cara lainnya. Misalnya, diskusikan bahan tersebut dengan guru/dosen pengajar, teman, kelompok belajar atau dengan pembimbing akademismu. Mereka akan membantumu untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik.
Bila kamu tidak mengerti bahan yang diajarkan pada hari ini, jangan hanya membaca ulang bahan tersebut. Coba cara lainnya. Misalnya, diskusikan bahan tersebut dengan guru/dosen pengajar, teman, kelompok belajar atau dengan pembimbing akademismu. Mereka akan membantumu untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik.
7. Tantang dirimu sendiri secara
berkesinambungan.
Dengan cara ini, belajar akan terasa mengasyikkan, dan mungkin kamu mendapatkan ide-ide yang cemerlang.
Dengan cara ini, belajar akan terasa mengasyikkan, dan mungkin kamu mendapatkan ide-ide yang cemerlang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar